https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Friday, October 18, 2019


DI ERA POLITIK LIBERAL,


Di ruang yang gelap sebatang korek api pun bermanfaat



Prof. Zainuddin Maliki, ketiga dari kiri.

Sebatang korek api pun bermanfaat jika dinyalakan. Ia bisa menjadi penerang. Setidaknya untuk menemukan jalan keluar di tengah ruang yang gelap. Pikiran itu disampaikan Prof. Zainuddin Maliki, anggota DPR RI Fraksi PAN di depan audiens diskusi publik “Parlemen Baru: Harapan dan Tantangan di Era Politik Liberal,” yang digelar Forum Instruktur Nasional PAN kerjasama Universitas Muhammadiyah Jakarta kemarin (18/10).

Pikiran itu disampaikan menjawab tanggapan senada dari Dekan FISIP UMJ – Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy, Fadli Ramadhanil SH, MH - Program Manajer PERLUDEM, Ketua Presma BEM UHAMKA Jakarta – Arif Rahman Hakim, Ketua PBHMI – Arya Kharisma, Ketua DPP IMM – Najih Prasetiyo dan Fathurrohman Fadli, MSi – dosen UNPAM, bahwa hadirnya sosok baru di DPR hasil pemilu 2019 tidak akan merubah keadaan.

Pada intinya mereka menyatakan bahwa anggota DPR baru meski jumlahnya hampir separoh dari 575 anggota yang ada tidak akan beda dengan DPR yang lama, karena dihasilkan dari system yang buruk. “Kalau systemnya buruk, pasti hasilnya pun buruk,” tegas Ma’mun. “Agar politik tidak semakin liberal, oleh karena itu systemnya harus diubah. Kembalikan kepada system pemilu tertutup dan lakukan amandemen untuk kembali ke UUD 1945 yang asli,” tambahnya.

Bagi Zainuddin Maliki, mengembalikan kepercayaan masyarakat memang tidak mudah di tengah-tengah mosi tidak percaya mahasiswa kepada DPR. Apalagi monetisasi terjadi di hampir semua proses pemilu dan bahkan proses politik, telah menjadikan politik berongkos mahal.

“Ibarat nyala sebatang korek api, memang tidak akan cukup untuk memberi penerang seluruh ruang, tetapi setidaknya bisa dijadikan lentera untuk menemukan jalan keluar,” ungkap anggota DPR RI Fraksi PAN dari Dapil X –Gresik Lamongan, Jawa Timur ini. “Saya ingin menyalakan meski hanya jadi sebatang penthol korek api,” ungkapnya.

Mengenai perubahan system politik mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menegaskan bahwa negeri ini sudah berulang kali merubah system pemilu, hasilnya kita masih berada di halaman belakang di Asia yang kini memimpin pergeseran ekonomi dunia.

“Sedihnya lagi kita bukan hanya menjadi soft state seperti yang dilansir Gunnar Myrdal. Kita sedang berada dalam posisi leadershipless state – negara yang tidak memiliki pemimpin yang kredibel, yang memiliki integritas dan kapasitas untuk melakukan trajectory ke halaman depan Asia Baru,” tegas anggota Fraksi PAN yang baru pertama terpilih sebagai anggota DPR itu.

Jadi problemanya bukan pada pilihan system, melainkan ada pada faktor manusianya. Di tangan manusia yang insyaf dan waras, system yang buruk pun bisa membuahkan hasil baik.

Menurut Zainuddin, di tengah monetisasi politik yang menyebar seperti sekarang ini kita masih bisa mengajak masyarakat untuk insyaf dan berfikiran waras dengan memilih bukan karena uang, tetapi karena pertimbangan politik nilai.

"Kami berhasil meyakinkan setidaknya 51 ribu lebih pemilih saya akan pentingnya jihad politik nilai," ungkapnya. "Jadi saya tidak memberi uang kepada pemilih. Pemilih yang memberi uang saya. Pemilih juga yang mempersiapkan segala sesuatunya untuk tatap muka selama kampanye," demikian pungkasnya.
n3f

No comments: