https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Wednesday, December 31, 2008

Buku 'Sosiologi Pendidikan'




  • Ada dua jenis atau tipologi tulisan tentang Sosiologi Pendidikan. 
  • Pertama, tulisan sosiologi pendidikan yang ditulis oleh intelektual atau expert di bidang pendidikan dengan latar belakang sarjana pendidikan. Tulisan tentang sosiologi pendidikan dalam tipologi yang pertama ini biasanya kaya data dan pengalaman empirik di lapangan pendidikan. Namun demikian biasanya dalam tanda kutip miskin teori-teori sosial. Hal ini bisa dimaklumi karena penulisnya memang lebih banyak memiliki waktu untuk menggeluti dunia dan data-data pendidikan secara empirik, dibanding kesempatan yang dimiliki  dalam  melakukan  penguasaan terhadap teori-teori sosial.
  • Kedua, tipologi kajian tentang sosiologi pendidikan yang ditulis oleh mereka yang berlatar belakang ilmu-ilmu sosial, namun perspektif teori sosialnya lebih difokuskan untuk menganalisis dunia pendidikan dengan segala macam dinamikanya. Biasanya tulisan tentang sosiologi pendidikan yang ditulis oleh mereka yang expert di bidang ilmu-ilmu sosial kaya tentang perspektif teoritis dalam ilmu-ilmu sosial namun umumnya miskin data dan pengalaman empirik di lapangan atau di ranah pendidikan.
  • Buku Sosiologi Pendidikan ini ditulis dengan tipologi yang kedua. Asumsi yang mendasari pemikiran buku ini tiada lain adalah dimaksudkan agar pendidikan mem’bumi’, memiliki relevansi dengan karakteristik dan dinamika masyarakatnya. Dengan demikian pendidikan menjadi kontekstual dan  kompetensi yang dihasilkan dapat dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki relevansi untuk menjawab berbagai masalah di masyarakat. Dengan dasar pemikiran seperti itu maka  diasumsikan sebagai sangat membutuhkan jasa ilmu-ilmu sosial, terutama teori-teori sosiologi.

  • Namun sayang, minat terhadap Sosiologi Pendidikan rupanya masih harus dibangkitkan. Salah satu indikatornya ditunjukkan dengan kelangkaan persediaan buku Sosiologi Pendidikan. Kelangkaan itu memberikan inspirasi penulis untuk menerbitkan tulisan sosiologi pendidikan ini.

  • Sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada Gadjah Mada University Press, Yogyakarta yang berkenan menerbitkan tulisan saya ini, sehingga memungkinkan untuk dipublikasikan ke tengah masyarakat pendidikan.
    Selamat membaca. Semoga bermanfaat!
Penulis: Zainuddin Maliki

Wednesday, September 17, 2008

Pembelajaran Autentik




Guru klas 8 SMP Santa Maria, Perth, mengajarkan Society and Environment dengan pendekatan authentic learning dengan membawa siswanya ke Kings Park, yang menjadi icon wisata di ibu kota Australia Barat itu.
Dengan pendekatan pembelajaran autentik, siswa tidak hanya belajar secara abstrak, tetapi belajar lebih nyata, dan kontekstual.

Diambil dari Tulisan Yanti Mulyana, UNY


MEREKA WAKIL RAKYAT ATAU POLITIKUS BUSUK ??
Oleh: Yanti Mulyana
www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/222.124.21.201_26032007155317_artikel_ntie.doc -


Sudah saatnya kita ... peduli terhadap perkembangan politik ditanah air. Begitu rumit persoalan bangsa kita, mulai dari gejala pembusukan politik seperti yang disebutkan Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif Political decay. Perpolitikan negeri ini semakin terpuruk. Ketika bangsa asing bertanya tentang Indonesia, mereka menanyakan bagaimana gempa, lumpur, dan korupsinya? Bukan bagaimana prestasi bangsa ini. Kita prihatin dengan keadaan ini. Segeralah kita bangkit memperbaiki negeri tercinta. Jangan berdiam diri melihat keadaan ini, apalagi dunia perpolitikan kita mulai ada pembusukan. Terjadi proses distortif yang ditandai dengan penyebaran politikus busuk sejak dari lembaga terbawah sampai lembaga tinggi negara.....
....Para politikus busuk itu dapat dikatakan miskin hati dan rakus kekuasaan yang kosa kata seperti itu pernah di ungkapkan oleh Komarudin Hidayat ketua PANWASLU. Bahwa para politikus dinegara ini tergolong suka bermain dalam tataran politik wacana. Apa yang terjadi kemudian tidak lebih sebuah “omong kosong” seperti yang dikatakan oleh Zainuddin Maliki yaitu: Demokrasi katanya nepotisme praktiknya. Divestasi katanya, memperkaya dana partai praktiknya. Menangkap koruptor katanya, berdamai dengan pelaku penyimpangan faktanya. Melakukan rasionalisasi gaji dewan katanya, padahal memperkaya diri sendiri dengan menambah beban kepada dana rakyat praktiknya. Kunjungan kerja katanya, nyatanya menghabiskan APBD. ... Menyusun dan melantik KOMNASHAM , Mahkamah Konstitusi, Komisi Anti Korupsi, pemeriksaan kekayaan pejabat negara, datang kemesjid dan bahkan ketanah suci katanya, padahal membangun alat legitimasi dan melakukan penundukan secara hegemonik praktiknya. Bagaimana akan tercipta politik yang bersih, dan lebih baik kalau para politikus seperti itu.....