https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Friday, May 29, 2020

BAHAYA JIKA ECONOMIC HITMAN
KENDALIKAN NEW NORMAL

Oleh: Prof. Dr. Zainuddin Maliki, MSi - anggota DPR RI Fraksi PAN

New-normal harus punya arti bukan hanya pemodal besar, tetapi UMKM juga harus berkembang.
Seperti ternak ayam petelornya Majelis Ekonomi Pimp. Cab. Muhammadiyah Babat, Lamongan 
itupun harus bisa disupport hingga tak terhentikan oleh Covid-19.


NEW NORMAL SAH SEBAGAI WACANA, TETAPI..
Pemerintah melemparkan wacana new-normal untuk mengurangi ketatnya pembatasan berskala besar. Aktivitas ekonomi diperlonggar. Bukan hanya mall yang dipersilahkan aktif, meski dengan sejumlah kewajiban mematuhi protokol kesehatan. Rupanya pemerintah juga tengah berfikir membuka dunia pariwisata. Tentu mudah ditebak berikutnya adalah mengundang sebanyak mungkin investor asing. 

Kebijakan new normal seperti itu sebenarnya sah-sah saja diwacanakan. Tetapi masyarakat banyak menganggap sebagai ide yang belum layak di laksanakan karena hingga awal Juni ini kurva Covid-19 juga belum kunjung melandai.

Mengenai investasi asing tentu harus diberi catatan khusus. Pasalnya tak semua di antara mereka  memikirkan pentingnya keseimbangan hidup dan pelestarian alam. Apalagi keselamatan masyarakat dari hantaman wabah Covid-19. Ada yang hanya berfikir kejar untung meski ada Covid-19 begini, wabah yang jelas telah merenggut ribuan nyawa, jutaan orang kehilangan mata pencaharian, kelelahan para petugas medis dan rasa frustasi melihat sejumlah rekannya jadi korban, meninggal karena merawat pasien. 

Bagi sebagian investor, kondisi darurat itu membuat mereka menahan diri. Tetapi dikhawatirkan ada yang tak tersentuh hatinya sehingga tetap berusaha berburu keuntungan dengan cara sembarangan. 

PENGAKUAN PERUSAK EKONOMI NEGARA BERKEMBANG
Masih ingat John Perkins (2005) yang pernah membuat pengakuan, jadi agen perusak ekonomi negara-negara berkembang. Jika John Perkins "bertaubat" dan menulis buku pertaubatan, apakah langkah dia diikuti oleh yang lain? Pengakuan Perkins itu  ditulis dalam bukunya Pengakuan Seorang Perusak Ekonomi, Confessions of an Economic Hit Man - New York: Berret-Koehler Pub (2005). Ia mengaku pernah menjalankan misi sebagai pelaku perusak ekonomi negara-negara berkembang dengan menggunakan berbagai cara. 

Dikatakannya tak segan melakukan penipuan dan kecurangan dalam laporan keuangan, melakukan pemilu curang, termasuk ancaman, teror, kekerasan dan bahkan kudeta adalah cara asing menguasai dan mengeruk kekayaan negara-negara berkembang.  

Jika saja Perkins menulis pengakuannya itu di era sekarang, era digital, era industry 4.0, saya yakin Perkins akan menambahkan cara-cara perusak ekonomi itu menggunakan cyber army dan buzzer untuk menghalau dan mendemoralisasi kelompok kritis. Bahkan juga dikawal milisi dan tentara bayaran yang memiliki keahlian luar biasa melebihi keahlian pasukan elite yang dimiliki negara berkembang.

Kalau yang ditulis Perkins tentang Economic Hit Man "Perusak Ekonomi" tersebut benar, tentu dahsyat daya rusaknya daripada daya rusak yang dibikin teroris-teroris yang hanya bersenjata bom rakitan dengan pelaku orang-orang miskin atau ekonomi pas-pasan. Barangkali juga tak kalah dahsyat daya rusaknya dengan yang ditimbulkan wabah Covid-19. Bayangkan Perkins menggambarkan kaum profesional dengan bayaran tinggi melakukan praktik penipuan dalam jumlah triliunan dolar terhadap banyak negara di seluruh dunia, terutama negara berkembang.


Dalam rangka menjaga kelangsungan ekonomi affluent mereka, kelompok bergelimang uang ini terus berekspansi. Sedapat mungkin seluruh ruang kehidupan di permukaan bumi ini harus berada dalam kontrol mereka dengan mengerahkan seluruh kekuatan, meminjam bahasa Kenichi Ohmae, melibatkan empat “I” —investasi, industri, individu, dan informasi (Kenichi Ohmae, Hancurnya Negara-Bangsa: Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi Regional di Dunia Tak Terbatas, Yogyakarta: Qalam, 2002).



Ohmae tidak sekritis dan setajam nyinyirnya John Perkins. Namun, sebenarnya kalau saja Ohmae jujur, tidak hanya empat “I”, tetapi sebagaimana belakangan semakin terlihat menyolok, kelompok “affluent fundamentalis” atau “fundamentalis berkelimpahan,” tersebut melengkapi alat ekspansi mereka dengan alat-alat represif, terutama kekuasaan, lembaga peradilan dan militer. NEW NORMAL JANGAN DITUNGGANGI PERUSAK EKONOMI
Tentu di era new normal nanti, rakyat tidak ingin negeri ini dimasuki economic hitman. Masuknya mereka yang berbaju investor asing, tetapi sesungguhnya adalah economic hitman - perusak tatanan ekonomi. Datang ke sini mengambil keuntungan, tanpa peduli meninggalkan kerusakan lingkungan maupun tatanan ekonomi, politik maupun sosial kemasyarakatan kita.

Guna pemulihan ekonomi di era Covid-19 memasuki tahap new normal, yang dibutuhkan adalah investor asing yang berjiwa benevolent, yang bukan hanya keuntungan mereka sendiri yang ada di pikiran, tapi juga berpikir tentang keseimbangan alam dan harmoni tatanan kehidupan manusia. Investor yang mau mensupport UMKM dan menjalin kemitraan inti-plasma dengan masyarakat. Dengan demikian kehadiran industri strategis yang digarapnya bukan menjadi penghisap, sebaliknya punya income generating activity bagi masyarakat.

Tuesday, May 26, 2020

PEMBELAJARAN AUTHENTIC DI TENGAH COVID



Prof. Dr. Zainuddin Maliki, MSi , anggota Komisi X DPR RI, Fraksi PAN

Sewaktu berkunjung ke Perth, saya sempat ketemu sejumlah Guru klas VIII SMP Santa Maria. Mereka tergabung satu team teaching dalam mata pelajaran Society and Environment.  Pendekatan yang digunakan authentic learning. Mereka bawa siswanya ke Kings Park, sebuah taman yang menjadi icon wisata di ibu kota Australia Barat. 


Anak-anak diminta menggambar apa saja yang dianggap menarik, lalu diminta  mendiskripsikan apa yang digambar termasuk alasan mengapa tertarik obyek yang dipilihnya itu. Ada yang menggambar tanaman, juga hewan. Ada yang tertarik melihat kapal pesiar yang tengah melintasi  Swan River dari satu spot pemandangan di Kings Park. Ada pula yang menggambar indahnya view kota Perth dilihat dari Kings Park. 

Hasilnya menarik dan beraneka ragam. Dari para siswa itu saya sempat melihat goresan tangan yang menggambarkan minat maupun kekayaan imajinasi mereka. Dengan pendekatan pembelajaran autentik, memang, membuat siswa tidak hanya belajar secara abstrak, tetapi belajar lebih nyata, dan kontekstual.  Dengan pendekatan pembelajaran autentik, siswa belajar dengan mengalami, sehingga siswa punya pengalaman. Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik?!

Membaca ungkapan pengalaman saya itu ada yang berkomentar begini. Menarik kalau pendekatan authentic learning dikembangkan. Bisa lebih efektif emang. Bisa mencerdaskan kognisi, afeksi sekaligus kekuatan motorik siswa. Tetapi kan kelemahannya memerlukan waktu banyak, target kurikulum bisa nggak kecapai, padahal untuk lulus unas kan harus terpenuhi,  kalau muatan kurikulum tidak terpenuhi, lalu tidak lulus unas, bisa fatal.

LULUS UJIAN YANG MASUK ALAM BAWAH SADAR, BUKAN KOMPETENSI 
Saya katakan begini. Disayangkan kalau dalam pendidikan yang dikejar adalah nilai ujian dan bukan kompetensi. Hal itu bisa dimengerti karena rezim unas sangat dominan, menguasai hingga alam bawah sadar guru, siswa, orang tua hingga semua pejabat di negara ini. Tetapi kehidupan membutuhkan kompetensi bukan nilai ujian.

Apalagi ujian yang  dilaksanakan banyak menggunakan objective test seperti yang dipakai dalam ujian nasional. Jelas hal itu sangat tidak memadai untuk dapat menghantar siswa menjadi manusia yang berkompeten. Mengapa demikian, karena kompetensi itu merupakan perpaduan tiga hal yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Menggunakan Taksonomi Bloom , kompetensi merupakan perpaduan antara cara kecerdasan kognitif psikomotorik dan juga afektif. Sedangkan ujian Nasional hanya habis untuk mendorong dan memacu kecerdasan kognitif. 

Ujian nasional yang dilaksanakan selama ini lebih banyak diwarnai tradisi behaviorismDalam tradisi behaviorism kata Mary James evaluasi prestasi siswa dilakukan dengan melihat level hirarki prestasi, dan menekankan benar atau salah (lihat Gardner, 2006:55). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bentuk objective test dengan lebih sering menggunakan sistem tertutup, seperti multiple choice, pencocokan (matching), menyempurnakan (completion) dan salah atau benar (true-or false). 

Tetapi saya lebih tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Wiggins (1998). System evaluasi akan efektif jika didasarkan pada prinsip-prinsip penilaian autentik (authentic assessement). Penilaian dalam hal ini dilakukan dalam konteks pembelajaran yang nyata. Di dalamnya disusun model evaluasi yang mendorong siswa mampu melakukan konstruk dan rekonstruksi pengetahuan secara autentik, menumbuhkan disiplin mencari (inquiry) informasi, pengetahuan dan nilai-nilai untuk memecahkan masalah. Bukan hanya memecahkan masalah di sekolah tetapi dalam kehidupan nyata di luar sekolah.

Pernyataan saya itu diberi catatan begini. Sistem pembelajaran autentik perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan karena akan lebih mudah diterima oleh siswa dan diterapkan langsung di lapangan.

Tentu saya sangat setuju. Kiranya tepat, kalu sistem pembelajaran autentik lebih dikembangkan dalam sistem pendidikan. Di samping lebih mudah diterima oleh siswa dan diterapkan langsung di lapangan, juga hasilnya efektif. 

Namun sayang, guru kita kehilangan kesempatan untuk bereksplorasi dalam model pembelajaran autentik. Guru kita lebih banyak bereksplorasi dalam pembelajaran konservatif, karena cara ini efektif untuk menyiapkan siswa didik berhasil dalam ujian nasional.

PEMBELAJARAN AUTHENTIC DI  TENGAH COVID
Bisakah pembelajaran autentik diterapkan di masa pandemic Covid-19 yang pendekatannya lebih banyak menggunakan pembelajaran jarak jauh?

Tentu saja bisa. Tetapi memang memerlukan kreasi untuk bisa memodifikasi. Misalnya guru tetap bekerja dalam team. Desain pembelajarannya dikemas bersama, kemudian disampaikan kepada siswa menggunakan metode daring.

Mengenai  objeknya yang harus dipelajari dicari yang ada di rumah. Jadi tidak harus keluar rumah. Model belajarnya juga didesain secara individual sehingga tidak harus dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok. Gunakan media by utility dengan memanfaatkan apa yang ada tetapi relevan dengan pokok bahasan dan bisa diperoleh di dalam atau di sekitar rumahnya sendiri. Selanjutnya guru tinggal memonitoring dengan metode daring. 

Mengenai  evaluasinya dilakukan menggunakan portofolio . Anak-anak bisa diberi kesempatan untuk menggunakan Smartphone guna merekam, memvideo dan mendokumentasikan apa yang sudah dilakukan. Tentu bisa juga memanfaatkan berbagai platform atau aplikasi yang mudah didapat di website untuk upload apa yang dilakukan. 

Dengan begitu anak-anak juga bisa semakin fasih menguasai teknologi digital, sekaligus dapat upload dan publikasikan progres pembelajarannya. Dari publikasi mereka, kemudian guru bisa melihat perkembangan pembelajaran melalui portofolio anak-anak didiknya

Monday, May 25, 2020

GILA KURVA COVID-19 BELUM KUNJUNG TURUN
Pasti ada aspek GILA yang belum optimal


Prof. Dr. Zainuddin Maliki, MSi, Anggota DPR RI Fraksi PAN

Keinginan Presiden Jokowi agar kurva Covid-19 menurun di bulan Mei rupanya belum dapat terpenuhi. Kabar baiknya data pasien sembuh terus bertambah. Tetapi kasus positif dan yang meninggal masih menunjukkan penambahan. Butuh bantuan dan kesadaran semua pihak untuk melandaikan kurva Covid-19.

Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Achmad Yurianto, di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha BNPB, Senin (25/5/2020) menyebutkan ada sebanyak 240 orang yang sembuh sehingga totalnya menjadi 5.642 orang. Sedangkan yang positif 22.750 setelah ada penambahan 479 orang. Adapun yang meninggal menjadi 1.391 setelah ada tambahan 19 orang.

Tentu saja Presiden Jokowi telah mencoba mengerahkan seluruh elemen. Setidaknya begitulah klaimnya. Bukan hanya jajaran pemerintah, tetapi juga organisasi sosial kemasyarakatan, relawan, parpol, swasta, organisasi masyarakat dan keagamaan untuk melakukan apa saja dengan segala cara. Namun ternyata belum bisa membuat kurva Covid-19 turun akhir Mei 2020.

Padahal partisipasi masyarakat cukup meluas. Hingga pertengahan Mei, Muhammadiyah dan Aisiyah misalnya sudah berdonasi Rp 130 milyar dengan menggerakkan 60.000 relawan. Sementara itu NU juga bergerak dengan program kemanusiaan “NU Care for Humanity”nya.

ASPEK GILA YANG BELUM OPTIMAL
Karena kurva Covid-19 belum turun, maka perlu dilakukan evaluasi. Mengingat elemennya banyak masing-masing harus terintegrasi dalam sebuah system, maka perspektif fungsionalismenya Durkheim bermanfaat untuk memandu evaluasi system penanganan Covid-19 ini.

Menurut fungsionalisme nya Durkheim yang kemudian bangunan teorinya disempurnakan oleh Parsons, sebuah system akan berjalan dengan baik jika prasyarat  yang dibutuhkan yaitu GILA dapat bekerja optimal. GILA yang dimaksud adalah  Goal attainment - tujuan yang hendak dicapai,  Integration - elemen-elemen system yang terintegrasi, Latent maintenance - unsur laten pelestari system dan Adaptation - kemampuan masing-masing elemen system beradaptasi terhadap kondisi di dalam maupun di luar system.

Evaluasi harus dilakukan untuk menemukan elemen GILA mana yang tidak fungsional. Karena bisa jadi ada elemen yang tidak adaptif dan tak terintegrasi. Mungkin juga unsur latent maintenance yang bisa dijadikan penguat system tak termanfaatkan dengan baik. Atau ada elemen yang tidak memahami goal yang sebenarnya hendak dicapai sehingga tak membuahkan kinerja maksimal.

DIKHAWATIRKAN BAD POLICY DIIKUTI BAD EXECUTION
Tentu yang dikhawatirkan tidak kunjung melandainya kurva Covid-19 disebabkan kelemahan bukan hanya pada saat eksekusi tetapi sejak dari pembuatan policy. Bad policy diikuti bad execution, menghasilkan bad result.

Pilihan kebijakan atau policy termasuk latent maintenance yaitu aspek laten yang bisa memelihara kelangsungan system. Oleh karena itu perlu dievaluasi karena boleh jadi memang tidak tepat. Atau mungkin kebijakannya sudah tepat, tetapi pelaksana kebijakannya tidak mampu mengeksekusi sebagaimana yang diharapkan.

Munculnya sejumlah pihak yang belakangan nyaring menyuarakan perlunya reshufle kabinet, seperti dilontarkan juru bicara PSI, Dara Nasution sebagaimana dikutip Rakyat Merdeka, Selasa (19/5/2020) mungkin perlu disimak. Tentu sebenarnya yang diharap adalah kurva Covid-19 yang turun, bukan turunnya isu reshufle kabinet ke tengah publik.

Aneh memang di tengah diperlukan konsentrasi pandemi, yang diluncurkan isu reshufle. Tetapi setidaknya suara ini dapat diartikan sebagai isyarat ada titik lemah di jajaran pembantu Presiden dalam eksekusi kebijakan penanganan Covid-19.

Dalam menghadapi kompleksitas masalah penanganan pandemi corona ini, Presiden tentu saja perlu memiliki pembantu yang responsif. Satu tim kerja yang adaptif dan terintegrasi dalam mencapai target. Tim yang bisa bergerak cepat, tegas dan tepat menghadapi begitu banyak masalah kompleks yang bermunculan setiap saat.

SUMBER KETIDAK PATUHAN MASYARAKAT
Jika melihat dari sisi kebijakan (policy), sulit ditutupi adanya kebijakan penanganan pandemi yang berubah-ubah. Kebijakan seperti ini menimbulkan kebingungan masyarakat. Sebut saja misalnya masyarakat dilarang mudik, tetapi dibuka layanan transportasi.

PSBB terus dilakukan perpanjangan, tetapi tidak ada ketegasan dalam mengeksekusi peraturan. Orang di larang berjamaah di rumah-rumah ibadah, tetapi kerumunan di pasar dibiarkan. Bahkan menyelenggarakan konser diijinkan.

Ketidak tegasan inilah yang kemudian menjadi sumber ketidak patuhan masyarakat. Banyak warga masyarakat yang bertindak semaunya sendiri. Banyak yang tidak mau mematuhi aturan pembatasan berskala besar yang diterapkan pemerintah. Tak urung bermunculan klaster-klaster penyebaran wabah. Angka pasien pun terus bertambah.

Banyaknya pasien yang harus dirawat di rumah-rumah sakit. Rumah Sakit overload. Para tenaga medis tak hanya dibuat lelah tetapi juga frustasi, karena di antara mereka sendiri juga ada yang kemudian jatuh menjadi korban. Rasa frustasinya lalu dituangkan kedalam tagar #Indonesia Terserah. Tak pelak tagar ini jadi viral di media sosial.

FOKUS KESEHATAN BARU PEMULIHAN EKONOMI
Dalam kaitannya dengan rumusan tujuan (goal attainment) dalam penanganan Covid-19 ini ada baiknya mendengarkan kritik mantan Wapres Jusuf Kalla. JK menilai langkah pemerintah mengatasi corona kurang tepat, karena lebih mempertimbangkan pemulihan ekonomi ketimbang prioritas kesehatan. Seharusnya menurut JK pemerintah fokuskan energinya untuk menekan virus corona dulu sampai kurva kasus positifnya menurun. Jika kurvanya sudah melandai baru kemudian beralih ke pemulihan ekonomi.

"Prioritas pertama menyelesaikan virusnya. Menahan, mengurangi, mematikan, karena inilah sebabnya," ungkap JK dalam diskusi webinar bertajuk "Segitiga Virus Corona" Universitas Indonesia, Selasa (19/5) seperti dikutip Kumparan (20/5).

Presiden telah meminta dari aspek kesehatan, turunkan kurva Covid-19 akhir Mei 2020, dengan segala daya. Goal ini belum bisa terpenuhi. Mungkin tak sepenuhnya difahami oleh para pembantunya. Oleh karena itu guna menekan kurva Covid-19, Presiden membutuhkan pembantu yang mampu memahami goal yang sebenarnya hendak dicapai.

DUA PILIHAN JALAN KELUAR
Pilihan jalan keluarnya ada dua. Pertama, memaksimalkan para pembantunya yang ada di kabinet sekarang dengan asumsi mereka masih bisa didorong untuk kerja lebih keras. Kedua mereshufle hingga diyakini bisa dimunculkan tim kerja yang lebih responsif.

Oleh karena itu terpulang kepada Presiden. Mengkonsolidasikan kabinet yang ada atau mereshufle, hal itu merupakan hak prerogatif Presiden. Namun yang penting dicatat, bukan hanya Presiden, tetapi seluruh rakyat Indonesia ingin Covid-19 kurvanya segera turun dan bahkan angkat kaki dari negeri ini.

Saturday, May 23, 2020


COVID-19 UBAH BUMI JADI PLANET RUMAH SAKIT
Tidak hentikan perilaku pemburu rente kejar untung saja


Prof. Dr. Zainuddin Maliki, MSi.anggota Komisi X DPR RI F-PAN


Wabah Covid-19 hingga akhir Mei 2020 ini kurvanya belum kunjung melandai, membuat rumah-rumah sakit kita kekurangan ruang pasien. Boleh dikata seluruh ruang isolasi terisi. Meminjam istilah pemikir kritis asal Austria yang tinggal di Mexico, Ivan Illich, bumi kita telah menjelma menjadi planet rumah sakit.

Sebelum ada Covied-19, bumi kita sudah serasa jadi planet rumah sakit. Polusi udara ada dimana-mana hingga dengan gampang merusak saluran pernafasan. Laut dan sungai steril dari unsur-unsur keseimbangannya. Tanah subur berubah jadi infertil. Limbah kimia mencemari air maupun udara.

Udara bersih masih tersisa, hanya sedikit di kawasan jauh di pinggiran sana. Di kota besar ada, tetapi di tabung-tabung chamber hyperbaric. Di samping harus berbayar mahal untuk bisa mendapatkannya, juga tidak aman. Tiga tahun lalu, tabung hyperbaric milik sebuah rumah sakit di Jakarta menelan korban. Safety valvenya terbuka lalu menimbulkan ledakan. Empat orang yang melakukan terapi di dalamnya tak terselamatkan.

Kesemua itu terjadi akibat cara kerja para pemburu rente yang ada dalam pikiran hanyalah menimbun keuntungan. Mereka buru keuntungan, tanpa peduli untuk berusaha mengharmoniskan produksi dengan keseimbangan alam dan kehidupan manusia.

Sudah begitu Covied-19 lalu kini datang dan tampak tak terkendalikan. Korban berjatuhan. Membuat seluruh rumah sakit siaga satu, pagi, siang dan malam tak kenal waktu. Begitulah lalu bumi kita menjadi serasa planet rumah sakit.

Pertanyaannya, berubahkah perilaku pemburu rente? Akankah mereka jadikan ancaman Covid-19 sebagai pengetuk hati untuk peduli akan rasa keadilan, keseimbangan dan penciptaan hubungan harmoni antara alam dengan manusia?

Fakta yang kita dapatkan di lapangan, sejumlah pengusaha bermodal asing tetap saja memaksa beroperasi di tengah pandemi dengan ideologi pertumbuhan yang membara. Sehingga bisa tidak pedulikan penutupan bandara dari kementerian perhubungan yang bermaksud memotong persebaran pandemi.

Para pemburu rente itu bahkan melengkapi diri dengan alat produksi yang lebih canggih. Sejalan dengan tumbuhnya industry 4.0 mereka lengkapi dengan beraneka platform digital dengan kemampuan super dalam mengolah big data. Ditambah dengan kemampuan lobby dengan para pengambil keputusan, mereka bisa ambil dengan mudah proyek-proyek strategis.

Para pemburu rente tentu saja berusaha menjaga kerapian kerja, sehingga publik bisa diyakinkan bahwa yang mereka lakukan telah didasarkan hasil riset dan survey. Caranya pesanan itu dikirim ke berbagai konsultan penelitian, poltracking, lembaga survey atau yang semacamnya.

Lembaga-lembaga riset dan survey itu kemudian mengembalikan kepada pemburu rente atau mengumumkan kepada publik berbagai rekomendasi dan pembenaran.

Kalau saja rekomendasi lembaga-lembaga survei ini bukan hanya memberi pembenaran tetapi juga memberikan rekomendasi yang jernih, maka bisa jadi lahir pelaku bisnis dan industri yang dermawan, benevolent - yakni pelaku usaha dan industri yang peduli untuk menjaga kelestarian, keseimbangan dan harmony alam kehidupan dan umat manusia.

Jika saja itu yang terjadi maka bumi kita tidak akan menjadi planet Rumah Sakit, melainkan akan menjadi planet yang indah bagaikan untaian zamrud, dan bahkan bagaikan potongan surga yang ditempatkan di muka bumi.