https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Saturday, May 23, 2020


COVID-19 UBAH BUMI JADI PLANET RUMAH SAKIT
Tidak hentikan perilaku pemburu rente kejar untung saja


Prof. Dr. Zainuddin Maliki, MSi.anggota Komisi X DPR RI F-PAN


Wabah Covid-19 hingga akhir Mei 2020 ini kurvanya belum kunjung melandai, membuat rumah-rumah sakit kita kekurangan ruang pasien. Boleh dikata seluruh ruang isolasi terisi. Meminjam istilah pemikir kritis asal Austria yang tinggal di Mexico, Ivan Illich, bumi kita telah menjelma menjadi planet rumah sakit.

Sebelum ada Covied-19, bumi kita sudah serasa jadi planet rumah sakit. Polusi udara ada dimana-mana hingga dengan gampang merusak saluran pernafasan. Laut dan sungai steril dari unsur-unsur keseimbangannya. Tanah subur berubah jadi infertil. Limbah kimia mencemari air maupun udara.

Udara bersih masih tersisa, hanya sedikit di kawasan jauh di pinggiran sana. Di kota besar ada, tetapi di tabung-tabung chamber hyperbaric. Di samping harus berbayar mahal untuk bisa mendapatkannya, juga tidak aman. Tiga tahun lalu, tabung hyperbaric milik sebuah rumah sakit di Jakarta menelan korban. Safety valvenya terbuka lalu menimbulkan ledakan. Empat orang yang melakukan terapi di dalamnya tak terselamatkan.

Kesemua itu terjadi akibat cara kerja para pemburu rente yang ada dalam pikiran hanyalah menimbun keuntungan. Mereka buru keuntungan, tanpa peduli untuk berusaha mengharmoniskan produksi dengan keseimbangan alam dan kehidupan manusia.

Sudah begitu Covied-19 lalu kini datang dan tampak tak terkendalikan. Korban berjatuhan. Membuat seluruh rumah sakit siaga satu, pagi, siang dan malam tak kenal waktu. Begitulah lalu bumi kita menjadi serasa planet rumah sakit.

Pertanyaannya, berubahkah perilaku pemburu rente? Akankah mereka jadikan ancaman Covid-19 sebagai pengetuk hati untuk peduli akan rasa keadilan, keseimbangan dan penciptaan hubungan harmoni antara alam dengan manusia?

Fakta yang kita dapatkan di lapangan, sejumlah pengusaha bermodal asing tetap saja memaksa beroperasi di tengah pandemi dengan ideologi pertumbuhan yang membara. Sehingga bisa tidak pedulikan penutupan bandara dari kementerian perhubungan yang bermaksud memotong persebaran pandemi.

Para pemburu rente itu bahkan melengkapi diri dengan alat produksi yang lebih canggih. Sejalan dengan tumbuhnya industry 4.0 mereka lengkapi dengan beraneka platform digital dengan kemampuan super dalam mengolah big data. Ditambah dengan kemampuan lobby dengan para pengambil keputusan, mereka bisa ambil dengan mudah proyek-proyek strategis.

Para pemburu rente tentu saja berusaha menjaga kerapian kerja, sehingga publik bisa diyakinkan bahwa yang mereka lakukan telah didasarkan hasil riset dan survey. Caranya pesanan itu dikirim ke berbagai konsultan penelitian, poltracking, lembaga survey atau yang semacamnya.

Lembaga-lembaga riset dan survey itu kemudian mengembalikan kepada pemburu rente atau mengumumkan kepada publik berbagai rekomendasi dan pembenaran.

Kalau saja rekomendasi lembaga-lembaga survei ini bukan hanya memberi pembenaran tetapi juga memberikan rekomendasi yang jernih, maka bisa jadi lahir pelaku bisnis dan industri yang dermawan, benevolent - yakni pelaku usaha dan industri yang peduli untuk menjaga kelestarian, keseimbangan dan harmony alam kehidupan dan umat manusia.

Jika saja itu yang terjadi maka bumi kita tidak akan menjadi planet Rumah Sakit, melainkan akan menjadi planet yang indah bagaikan untaian zamrud, dan bahkan bagaikan potongan surga yang ditempatkan di muka bumi.

No comments: