https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Sunday, March 29, 2009

Birokrasi Perkoncoan


Buku saya ini mengajak pembaca untuk memahami potret perilaku elite penguasa pemerintahan Jawa di kota besar dalam mengkonstruk agama di tengah relasinya dengan kekuasaan. Kekuasaan masih dipandang analog dengan tanah yang tidak bisa diperluas. Setiap usaha memperluasnya, hanya berarti mengurangi kekuasaan orang lain. kekuasaan masih milik sebuah "enclave", dalam hal ini milik segelintir elite yang memiliki kesamaan kesetiaan, kepentingan dan skisma aliran

Kekuasaan merupakan permainan politik kaum elite yang cenderung tidak terbagi. Kalau toh harus berbagi, sedapat mungkin dilakukan dengan orang dekat dan orang-orang setia atau para "zealot". Dalam birokrasi, maka lahir sebuah praktik "birokrasi perkoncoan" yang tidak jauh beda dengan patrimonialisme, mereka saling melindungi di antara sesama kelompok kepentingan dan skisma aliran. Di sisi lain, agama yang menyebar, memang merupakan sumberdaya politik yang efektif. Namun,dalam praktik, pengambilan simbol agama bergeser makna ke dalam pencarian legitimasi dari pusat-pusat kekuasaan. Moralitas kekuasaan telah menggeser pola pemaknaan atas agama: bukan sebagai sumber membangun the new age spirituality atau the new religious consciousness, tetapi sebagai sarana meraih kekuasaan.



Tuesday, February 3, 2009

SUMBANGAN PENDIDIKAN DALAM PENCIPTAAN BUDAYA POLITIK




Adakah sumbangan pendidikan terhadap penciptaan budaya politik?
Panggung politik nasional di negeri ini sarat akan kosa kata menarik, termasuk di dalamnya adalah kosa kata 'politikus busuk.' Kosa kata ini mirip dengan apa yang dilukiskan C. Wright Mills dengan istilah higher immorality, hilangnya kepekaan moral dalam mengelola kekuasaan politik. Ironinya hal itu terjadi di kalangan elite, notabene mereka adalah pemegang power. Politik yang semula dimaksudkan untuk membangun kebaikan bersama, lalu melenceng, politik untuk diri mereka sendiri -politics for himself. Lebih jauh anda bisa baca dalam karya saya 'Politikus Busuk: Fenomena Insensibilitas Moral Elite Politik,' terbit di Yogyakarta: Galang Press, 2004.
Nah, adakah sumbangan pendidikan dalam memperbaiki immoralitas politik elite? Seharusnya, pendidikan memiliki sumbangan besar. Jika immoralitas politik masih saja terjadi, artinya pendidikan masih harus bekerja keras dalam turut serta menghadirkan politikus yang memiliki komitmen menciptakan kebaikan bersama.

Monday, January 26, 2009

Paradigma Baru Pendidikan




Dunia pendidikan mengalami transformasi menuju paradigma baru. Paradigma lama yang bercorak behavioristik yang mengandalkan stimulus eksternal digeser popularitasnya oleh paradigma konstrukivistik yang mengedepankan tindakan intrinsik dan oleh karena itu menjadi lebih voluntaristik.

Saya ada tulisan yang sudah diseminarkan di beberapa tempat yang bisa membantu memahami kedua perspektif dan atau paradigma pendidikan tersebut.

Jika anda memerlukan silahkan kirim alamat email anda. Saya akan email dan mudah-mudahan cukup ada waktu untuk melayani semua.

Monday, January 19, 2009

Transformasi Pendidikan


Kita tengah menyaksikan sejumlah model pendidikan yang ketinggalan jaman. Antara lain ditandai dengan ketidak mampuannya menampung dan mengakomodasi berbagai macam pilihan-pilihan strategis dan dinamis dengan berbagai kepentingan yang berbeda dari masyarakat pembelajaran.

Seperti kita lihat dua generasi muda yang sedang bercanda ini, Renda yang mencoba memilih studi komunikasi di Edith Cowan University dan Mikail yang mengambil international business di Curtin University of Technology, Perth, keduanya punya mimpi, pilihan dan keinginan tentang masa depan. Pendidikan harus bisa menjawab dan mengakomodasi impian, pilihan dan keinginan tentang masa depan mereka itu. Transformasi pendidikan dengan demikian menjadi tidak terelakkan.

Jalan Strategis Menuju Guru Profesional

Begitu banyak muncul isu krusial dalam pendidikan. Antara lain the ill-equiped for employment, yaitu belum terdayagunakannya lulusan pendidikan di lapangan kehidupan. Mereka cerdas dan berpengetahuan, namun kecerdasan dan pengetahuannya tidak bisa dimanfaatkan. Mereka mengalami kegagalan fungsi literasi dalam arti cerdas, tapi kecerdasannya tidak bisa membantu memecahkan masalah yang dihadapi.

Banyak factor penyebab the ill-equiped for employment. Antara lain tuntutan standar mutu yang diminta masyarakat kian meningkat. Pe­nye­leng­gara pendidikan, termasuk pendidiknya juga belum profesional. Tentu di samping kondisi siswa itu sendiri.

Dari fihak guru, kelemahan yang biasa dijumpai acapkali berkaitan dengan penguasaan atau pilihan strategi pembelajaran. Sering dijumpai, pem­be­lajaran yang dilakukan para guru baru menyentuh per­mukaan (surface) saja. Sedikit sekali pembelajaran yang dilakukan guru dapat menyentuh aspek yang lebih substantive dan mendalam (deep approach) dalam proses pembelajaran (teaching and learning). Akibatnya guru tidak bisa mengembangkan kompetensi siswa sebagaimana yang diharapkan. Lebih jauh jalan strategis macam apa yang bisa dipilih menuju guru profesional bisa dibaca dalam tulisan saya 'Pengembangan Profesionalisme Guru.'

Wednesday, December 31, 2008

Buku 'Sosiologi Pendidikan'




  • Ada dua jenis atau tipologi tulisan tentang Sosiologi Pendidikan. 
  • Pertama, tulisan sosiologi pendidikan yang ditulis oleh intelektual atau expert di bidang pendidikan dengan latar belakang sarjana pendidikan. Tulisan tentang sosiologi pendidikan dalam tipologi yang pertama ini biasanya kaya data dan pengalaman empirik di lapangan pendidikan. Namun demikian biasanya dalam tanda kutip miskin teori-teori sosial. Hal ini bisa dimaklumi karena penulisnya memang lebih banyak memiliki waktu untuk menggeluti dunia dan data-data pendidikan secara empirik, dibanding kesempatan yang dimiliki  dalam  melakukan  penguasaan terhadap teori-teori sosial.
  • Kedua, tipologi kajian tentang sosiologi pendidikan yang ditulis oleh mereka yang berlatar belakang ilmu-ilmu sosial, namun perspektif teori sosialnya lebih difokuskan untuk menganalisis dunia pendidikan dengan segala macam dinamikanya. Biasanya tulisan tentang sosiologi pendidikan yang ditulis oleh mereka yang expert di bidang ilmu-ilmu sosial kaya tentang perspektif teoritis dalam ilmu-ilmu sosial namun umumnya miskin data dan pengalaman empirik di lapangan atau di ranah pendidikan.
  • Buku Sosiologi Pendidikan ini ditulis dengan tipologi yang kedua. Asumsi yang mendasari pemikiran buku ini tiada lain adalah dimaksudkan agar pendidikan mem’bumi’, memiliki relevansi dengan karakteristik dan dinamika masyarakatnya. Dengan demikian pendidikan menjadi kontekstual dan  kompetensi yang dihasilkan dapat dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki relevansi untuk menjawab berbagai masalah di masyarakat. Dengan dasar pemikiran seperti itu maka  diasumsikan sebagai sangat membutuhkan jasa ilmu-ilmu sosial, terutama teori-teori sosiologi.

  • Namun sayang, minat terhadap Sosiologi Pendidikan rupanya masih harus dibangkitkan. Salah satu indikatornya ditunjukkan dengan kelangkaan persediaan buku Sosiologi Pendidikan. Kelangkaan itu memberikan inspirasi penulis untuk menerbitkan tulisan sosiologi pendidikan ini.

  • Sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada Gadjah Mada University Press, Yogyakarta yang berkenan menerbitkan tulisan saya ini, sehingga memungkinkan untuk dipublikasikan ke tengah masyarakat pendidikan.
    Selamat membaca. Semoga bermanfaat!
Penulis: Zainuddin Maliki

Wednesday, September 17, 2008

Pembelajaran Autentik




Guru klas 8 SMP Santa Maria, Perth, mengajarkan Society and Environment dengan pendekatan authentic learning dengan membawa siswanya ke Kings Park, yang menjadi icon wisata di ibu kota Australia Barat itu.
Dengan pendekatan pembelajaran autentik, siswa tidak hanya belajar secara abstrak, tetapi belajar lebih nyata, dan kontekstual.