https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Tuesday, May 15, 2018

Radikalisme Agama: ADALAH JERAMI YG MUDAH DIBAKAR DG KONSPIRASI PIHAK TAK BERTANGGUNG JAWAB



Setelah bikin onar di Mako Brimob, mereka kemudian melancarkan teror dan menebarkan maut di Surabaya pertengahan Mei ini. Gerakan radikal di Indonesia, yang dalam hal ini mengatasnamakan Islam, belakangan semakin marak. Densus 88, sebagai alat negara sudah memburu dan menembak mati para pelaku kekerasan dan teror berlatar belakang agama tersebut. Namun, aparat kekerasan negara itu tak kunjung berhasil menghentikan radikalisme dan kekerasan atas nama agama.

BERSENJATA IDEOLOGI KEBENARAN TUNGGAL:
Mudah dikonspirasi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.


Gerakan kekerasan atas nama agama memiliki karakteristik yang khas dan mudah diidentifikasi. Konsep “banyak jalan menuju syurga,” atau konsep “kebenaran plural,” tidak dikenal. Gerakannya cenderung ber-ideologi “kebenaran tunggal.” Oleh karena itu, selain kebenaran menurut kacamatanya, semua adalah salah, bahkan kafir yang kalau mati masuk neraka. Mereka tidak pernah mencoba ber-muhasabah tentang kemungkinan merasa benar di jalan yang sesat dan bukan tersesat di jalan yang benar. Oleh karena itu mereka memegangi ideologi kebenaran tunggalnya itu dengan "kekeh" sehingga cenderung kaku.

Mereka tidak merasa perlu berdialog,bahkan bersikap sensitive terhadap pandangan lain. Mereka tidak mentolerir siapa saja yang fahamnya tidak masuk kerangka ideologi kebenaran tunggalnya, kendati sesama anak bangsa, bahkan sesama Islam. Sebaliknya mereka yang tak sejalan dengan kerangka berfikir mereka, layak dijadikan korban kekerasan. Bahkan layak diperangi dan dijadikan sasaran bom bunuh diri (suicide bombings). Sikap seperti inilah yang sungguh rentan, bak tumpukan jerami yang dengan mudah dikonspirasi oleh fihak-fihak tak bertanggung jawab untuk memusuhi, menteror, membunuh dan memerangi sesama, bahkan sesama Muslim.

Baca juga:http://zetende.blogspot.co.id/2018/05/indonesia-negara-kekerasan-violence.html

PERUBAHAN DENGAN CARA RADIKAL

Radikalisme acapkali berkait dengan kehendak melakukan perubahan cepat. Perubahan tersebut tidak sepenuhnya mulus. Sejarah perubahan di masyarakat tidak selalu dilakukan dengan “senyuman dan keramahan”. Sejarah perubahan acapkali terjadi dilakukan dengan “kemarahan dan kekerasan”. Tidak sedikit gerakan radikal disertai kekerasan mengguncang dan memaksa kemapanan untuk berubah. Merubah tatanan. Merubah system. Merubah kebijakan dan juga komposisi elite yang mengendalikan roda kehidupan baru.

Sebagian gerakan-gerakan itu didasarkan pada ideologi sekuler. Sebut misalnya revolusi Perancis, Rusia, China maupun Kuba. Revolusi Perancis mendasar-kan pada ideologi sekuler. Dalam hal ini ideologi liberal. Mereka menuntut kebebasan berpikir dan dilakukan pemisahan antara intelektualitas dengan kekuat-an gereja. Sementara itu Rusia, China dan Kuba mendasarkan pada ideologi sekuler yang berakar dari Marxisme. Mereka melakukan perlawanan terhadap praktik eksploitasi yang dilakukan oleh kaum feodal dengan cara-cara radikal.

Di samping gerakan atau revolusi sosial yang berakar ideologi sekuler, di sisi lain muncul gerakan yang berakar keyakinan keagamaan. Dewasa ini, bahkan gerakan yang tersebut terakhir itu mengalami revivalisme. Salah satu pemicunya adalah kekecewaan terhadap pola hidup masyarakat yang cenderung permisive disertai menyebarnya gejala ketimpangan struktural dan ketidak adilan. Sebagian gerakan revivalis itu tumbuh dengan semangat toleransi. Sebagian lainnya mendorong lahirnya cara-cara radikal disertai kekerasan. Uniknya gerakan radikal itu acapkali atas nama agama. Mereka yang mencari solusi dari krisis sosial dengan cara-cara radikal dan mengatasnamakan “agenda suci” itulah yang dikenal sebagai gerakan fundamentalisme agama.

BUKAN MONOPOLI ISLAM

Sebenarnya, gerakan kekerasan atas nama agama, tidak hanya terjadi dalam Islam. Gerakan kekerasan atas nama agama juga terjadi di kalangan Kristen. Salah satu contoh dari gerakan yang mengatasnamakan agenda suci dalam Kristen itu seperti digambarkan Kelsay dan Twiss, sebuah gerakan fundamentalisme pada tahun 1920-an yang digerakan oleh pemeluk agama yang taat di dalam Kekristenan. Gerakan ini ingin menjaga dan memurnikan kesempurnaan Alkitab. Mereka tidak sabar menunggu kedatangan Yesus kembali. Dalam kerangka kesempurnaan Alkitab itulah mereka mengkritik dan melawan banyak aspek kehidupan modern seperti pluralisme, konsumerisme, materialisme dan penekanan pada persamaan laki-laki perempuan (Lihat John Kelsay dan Sumner B. Twiss, Agama dan Hak-hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Institut Dian/Interfidei, 1997, hal 35-36).



Tautan:
http://zetende.blogspot.co.id/2018/05/sadar-agama-menyimpan-energi-politik.html
http://zetende.blogspot.com/2018/04/telah-tersingkir-dengan-sukses-para.html
http://zetende.blogspot.co.id/2018/04/kenapa-amien-rais-berteriak.html
http://zetende.blogspot.co.id/2018/04/the-end-of-globalization-perang-dagang.html
http://zetende.blogspot.com/2018/05/radikalisme-atas-nama-agama-merasa.html

No comments: