Saturday, May 26, 2018
KONSPIRASI ASING MENGERUK KEKAYAAN NEGARA
Oleh: Prof. Dr. Zainuddin Maliki, MSi
Penipuan dan kecurangan dalam laporan keuangan, melakukan pemilu curang, termasuk ancaman, teror, kekerasan dan bahkan kudeta adalah cara asing menguasai dan mengeruk kekayaan negara-negara berkembang. Begitu Perkins menulis perilaku Perusak Ekonomi dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man (2005).
Jika saja Perkins menulis pengakuannya itu di era sekarang, era digital, era industry 4.0, saya yakin Perkins akan menambahkan cara-cara perusak ekonomi itu menggunakan cyber army dan buzzer yang dikawal milisi dan tentara bayaran yang memiliki keahlian luar biasa melebihi keahlian pasukan elite yang dimiliki negara berkembang.
Kalau yang ditulis Perkins tentang Economic Hit Man "Perusak Ekonomi" tersebut benar, tentu dahsyat daya rusaknya daripada daya rusak yang dibikin teroris-teroris yang hanya bersenjata bom rakitan dengan pelaku orang-orang miskin atau ekonomi pas-pasan. Bayangkan Perkins menggambarkan kaum profesional dengan bayaran tinggi melakukan praktik penipuan dalam jumlah triliunan dolar terhadap banyak negara di seluruh dunia, terutama negara berkembang.
Dia sebut-sebut uang dari Bank Dunia, Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), dan organisasi bantuan asing lainnya mereka gelontor ke dalam pundi-pundi perusahaan-perusahaan besar dan kantong beberapa keluarga kaya yang mengendalikan sumber daya alam di muka planet ini.
Dalam menjalankan operasinya mereka seperti dikemukakan di depan, tidak hanya membuat bom rakitan, tetapi menggunakan alat yang lebih dahsyat. Alat seperti apa itu? Menurut Perkins alat itu berupa laporan keuangan yang curang, pemilihan umum yang curang, pembayaran, pemerasan, seks, dan juga pembunuhan.
Tentu saja pengakuan Perkins tersebut sungguh dapat dijadikan acuan mengenai cara-cara kelompok bergelimang uang (affluent) dalam memenuhi kepentingan ekonomi mereka. Orang-orang berkekayaan trilyunan dolar itu menurut Perkins, sekali lagi tak sekedar bikin bom rakitan, tetapi melakukan berbagai cara, seperti kecurangan dalam laporan keuangan, melakukan pemilu curang, termasuk ancaman, teror, kekerasan dan bahkan kudeta (John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, New York: Berret-Koehler Pub, 2005).
Jadi fundamentalisme kelompok ekonomi pas-pasan (subsistensi) sebagai reaksi terhadap deprivasi ekonomi —dan kemudian memilih jalan kekerasan seperti merakit bom atau bom bunuh diri dalam penyelesaian masalah— itu saja sudah bikin resah dan menakutkan. Namun sesungguhnya kekerasan yang dilakukan oleh kelompok affluent —kelompok berkecukupan yang selalu berusaha untuk melestarikan kondisi kelimpahan ekonomi mereka, jauh lebih menakutkan dan lebih besar daya rusaknya.
Dalam rangka menjaga kelangsungan ekonomi affluent mereka, kelompok bergelimang uang ini terus berekspansi. Sedapat mungkin seluruh ruang kehidupan di permukaan bumi ini harus berada dalam kontrol mereka dengan mengerahkan seluruh kekuatan, meminjam bahasa Kenichi Ohmae, melibatkan empat “I” —investasi, industri, individu, dan informasi (Kenichi Ohmae, Hancurnya Negara-Bangsa: Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi Regional di Dunia Tak Terbatas, Yogyakarta: Qalam, 2002).
Ohmae tidak sekritis dan setajam nyinyirnya John Perkins. Namun, sebenarnya kalau saja Ohmae jujur, tidak hanya empat “I”, tetapi sebagaimana belakangan semakin terlihat menyolok, kelompok “affluent fundamentalis” atau “fundamentalis berkelimpahan,” tersebut melengkapi alat ekspansi mereka dengan alat-alat represif, terutama kekuasaan, lembaga peradilan dan militer.
Bukan mustahil dengan pendekatan konspiratif mereka memanfaatkan kelompok terdeprivasi dan terpinggirkan yang umumnya mudah terbakar, direkrut untuk menjadi bagian dari gerakan radikal yang kemudian melakukan berbagai tindakan kekerasan, termasuk direkrut jadi pengantin untuk melakukan bom bunuh diri (suicide bombings).
Sejak 1 Oktober 2019 tinggal di Jakarta, semula saya tinggal di Surabaya. Penasehat Dewan Pendidikan Jatim 2016-2021, Ketua Dewan Pendidikan Jatim 2008-2011 dan 2011-2014. Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya 2003-2008 dan 2008-2011. Guru Besar Sosiologi Politik. Diangkat Presiden RI sebagai Unsur Pengarah dari Masyarakat Profesional (UPMP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2009-2014. Anggota DPR RI FPAN 2019-2024.
Menulis di Jawa Pos, Surya, Kompas, Majalah Basis. Buku yg dipublish “Penaklukan Negara atas Rakyat, Gadjah Mada University Press, 1999, “Agama Rakyat Agama Penguasa” GalangPress, 2000, “Birokrasi, Militer dan Partai Politik dalam Negara Transisi” Galang Press, 2000, Agama Priyai: Makna agama di tangan elit berkuasa, Pustaka Marwa, 2004 , Politikus Busuk, Galang Press, 2004, Islam Varian Rasio: Dalam diskursus Cendekiawan, penulis dan editor, UMSurabaya Press, 2005, Buku terbaru: Sosiologi Pendidikan, Gadjah Mada University Press, 2008, dan "Sosiologi Politik,Gadjah Mada University Press, 2010."Rekonstruksi Teori Sosial Modern," Gadjah Mada University Press, 2012.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
6 comments:
Dalam Islam ada larangan bahwa harta hanya beredar dikalangan orang kaya. Salah satunya kalau jadi seperti ini...mengerikan.
Yang betul ambil harta orang kaya dlm bentuk sedekah, tapi yang terjadi sebaliknya mengambil harta orang miskin, dg kekerasan lagi...
Sebenarnya utk membatasi kelebihan harta yaitu dg pajak progresif. Namun dalam kenyataaanya pajak juga bisa dimanupulasi shg mereka tdk bayar.Ternuata juha pajal tdk digunakan dg baik pula.
system apa saja termasuk system pajak (progresive) dimandulkan pula oleh economic hit man
Konspirasi di kota melibatkan aktor di propinsi. Konspirasi di provinsi melibatkan aktor di pusat pemerintahan. Konspirasi di suatu negara pasti melibatkan negara lain yg kebih digdaya. Dan konspirasi itu tentang ipoleksosbudhankam. Mekanten prof?
Betul pak dokter. Perusak ekonomi punya komprador di dalam negeri yang menyebar di pusat dan daerah
Post a Comment