https://search.google.com/search-console/removals?resource_id=https%3A%2F%2Fzetende.blogspot.com%2F

Saturday, May 19, 2018

INDONESIA NEGARA KEKERASAN - A VIOLENCE COUNTRY


Indonesia kemudian serta merta dicatat sebagai negara yang dikenal dengan kekerasannya (a violence country). Kekerasan di Mako Brimob kemudian disusul rentetan ledakan bom bunuh diri di Surabaya, Sidoarjo dan Riau Mei 2018 melengkapi daftar panjang kekerasan yang terjadi di negeri ini.

Baca juga: http://zetende.blogspot.com/2018/05/radikalisme-atas-nama-agama-merasa.html

Boleh dikata tak pernah putus, kekerasan demi kekerasan terus terjadi. Berikut sekedar menyebut sebagian dari rentetan kekerasan itu. Beberapa tahun setelah reformasi Indonesia diguncang dua ledakan di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz- Carlton, Mega Kuningan, Jumat (17/6/2009). Lalu Merdeka.com 29 Desember 2015 melaporkan di Kabupaten Tolikara, umat Islam yang hendak melaksanakan salat id diserang oleh sekelompok orang. Musala Baitul Muttaqin hangus dibakar. Sekelompok orang tiba-tiba menyerang jemaah yang sedang melaksanakan salat id di lapangan Makoramil 1702-11/Karubaga, sekitar pukul 07.00 WIT. Massa meminta salat id yang digelar di ruang terbuka dihentikan. Sebelum peristiwa pembakaran musala dan penyerangan terhadap umat Islam yang hendak salat id, lebih dahulu beredar surat larangan salat Idul Fitri pada 11 Juli 2015 mengatasnamakan Jemaat GIDI Wilayah Tolikara. Alasannya, pada Tanggal 13 sampai 19 Juli 2015 akan diselenggarakan Seminar dan KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) Pemuda tingkat internasional. Intinya, karena acara tersebut GIDI Wilayah Tolikara melarang adanya kegiatan Lebaran pada 17 Juli. Kemudian boleh merayakan Lebaran tetapi di luar kota dan melarang muslimah memakai jilbab.

Kekerasan juga tercatat terjadi di Markas Polresta Solo (5/7/16), di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan (28/8/16), pos polisi di Tangerang (20/10/16), dan di Gereja Oikumene, Samarinda (13/11/16). Sedikitnya dua orang tewas dan 95 rumah dibakar akibat konflik antarmasyarakat di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua April 2016.Ledakan Bom di Terminal Kampung Melayu menewaskan 4 orang aparat kepolisian Kamis 25 Mei 2017 - 11:59 WIB. Begitu juga tentu saja orang belum lupa ledakan bom bunuh diri di Thamrin Jakarta 14 Januari 2016.

Baca juga: http://zetende.blogspot.co.id/2018/05/fakta-atau-konspirasi-terorisme-harus.html

Bangsa ini terutama kaum radikal belum menyadari, bahwa kekerasan yang dipandang sebagai jalan keluar, dalam praktik justru melahirkan kekerasan baru. Terorisme yang marak di negeri ini hanya memicu Negara untuk memperkuat aparatur represif secara sistematik. Lihat saja, ledakan bom tak bermoral di Surabaya, Sidoarjo dan Riau, semakin menaikkan hasrat negara meminta legitimasi peraturan perundangan untuk memperkuat tindakan represivenya.

Memang, hanya negara yang diberi kewenangan untuk menggunakan kekerasan. Namun perlu disadari bahwa kekerasan negara (state violence) bisa menginspirasi dan mengkonspirasi lahirnya kekerasan masyarakat, terutama jika penggunaan kekerasan yang sah oleh negara itu tidak digunakan secara proporsional. Memang negara harus diberi kewenangan untuk menjalankan dan menggunakan aparatur represif maksudnya adalah untuk mencegah agar tidak terjadi dan tidak berjalan hukum homo homini lupus atau manusia adalah serigala bagi manusia yang lain yang saling memangsa.

Adalah para penganut mazhab Frankfurt yang sadar bahwa radikalisme dan revolusi berdarah yang ditawarkan eksponen Marxisme ortodok hanya melahirkan kekerasan baru dan tidak bisa membantu upaya mencapai tujuan yang dicita-citakan. Semua itu telah memberi pelajaran kepada para eksponen teori kritis yang dimotori eksponen dari mazhab Frankfurt untuk tidak menyarankan kekerasan sebagai jalan keluar. Mereka lebih menyarankan untuk membangun gerakan kultural dan intelektual dalam melakukan perlawanan terhadap tekanan struktural.

Tautan:
http://zetende.blogspot.co.id/2018/05/sadar-agama-menyimpan-energi-politik.html
http://zetende.blogspot.com/2018/04/telah-tersingkir-dengan-sukses-para.html
http://zetende.blogspot.co.id/2018/04/kenapa-amien-rais-berteriak.html
http://zetende.blogspot.co.id/2018/04/the-end-of-globalization-perang-dagang.html

No comments: